Jakarta,  – Seorang mantan jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, harus menghadapi meja hijau atas dugaan tindak pidana korupsi yang sangat serius. Azam didakwa telah menilap atau menggelapkan uang barang bukti (barbuk) senilai Rp 11,7 miliar yang berasal dari penanganan perkara investasi bodong Robot Trading Fahrenheit. Dakwaan terhadap Azam dibacakan oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kemungkinan besar di Jakarta, mengingat kasus ini melibatkan aparat penegak hukum dan ditangani oleh Kejaksaan.

Perbuatan tercela ini, sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan yang dibacakan pada atau sekitar Kamis, 8 Mei 2025, tidak hanya mencoreng institusi Kejaksaan tetapi juga merampas hak para korban investasi bodong yang seharusnya menerima pengembalian dana dari aset sitaan.

Menurut jaksa penuntut umum, Azam Akhmad Akhsya melakukan perbuatannya dengan berbagai cara untuk menyamarkan tindakannya. Uang barang bukti senilai miliaran rupiah tersebut tidak dikelola sebagaimana mestinya, melainkan dialihkan untuk kepentingan pribadi terdakwa.

“Uang digunakan terdakwa untuk dipindahkan ke rekening istri Terdakwa maupun pihak lain dan ditukarkan ke mata uang asing,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.   

Modus Manipulasi Pengembalian Dana Korban

Salah satu modus manipulasi yang diduga dilakukan oleh Azam adalah dengan membuat seolah-olah telah terjadi pengembalian dana kepada para korban investasi bodong Robot Trading Fahrenheit. Dalam dakwaan disebutkan adanya upaya untuk menunjukkan seakan-akan telah dilakukan pengembalian dana sebesar kurang lebih Rp 17,8 miliar kepada kelompok korban yang tergabung dalam sebuah paguyuban di Bali.

Namun, di balik klaim pengembalian tersebut, jaksa menduga adanya penyelewengan dana barang bukti yang signifikan, di mana Rp 11,7 miliar di antaranya justru masuk ke kantong pribadi terdakwa atau pihak-pihak lain yang terafiliasi dengannya. Manipulasi ini diduga bertujuan untuk mengelabui proses hukum dan menutupi jejak korupsi yang dilakukannya.

Jeratan Pasal Berlapis UU Tipikor

Atas perbuatannya, mantan jaksa Azam Akhmad Akhsya didakwa dengan pasal berlapis dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor).

Jaksa mendakwa Azam dengan dakwaan alternatif, yaitu:

  1. Pasal 12 huruf e UU Tipikor, yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.   
  2. Atau Pasal 12B ayat (1) huruf a UU Tipikor, terkait gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
  3. Atau Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor, yang berkaitan dengan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
  4. Atau Pasal 11 UU Tipikor, mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.  

Penerapan pasal-pasal ini menunjukkan keseriusan jaksa dalam menjerat pelaku korupsi, terutama yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan tindak pidana.

Keterkaitan dengan Pihak Lain

Kasus yang menjerat Azam Akhmad Akhsya ini juga diduga tidak berdiri sendiri. Dari berbagai pemberitaan terkait, terungkap adanya dugaan keterlibatan pihak lain, termasuk oknum pengacara yang mewakili korban Robot Trading Fahrenheit, dalam upaya penyelewengan dana barang bukti tersebut. Disebutkan bahwa total dana yang seharusnya untuk korban Robot Trading Fahrenheit namun diduga ditilap oleh oknum jaksa dan pengacara mencapai puluhan miliar rupiah.

Kasus ini menjadi pengingat keras akan pentingnya integritas dan profesionalisme bagi seluruh aparat penegak hukum. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum di dalam institusi penegak hukum tidak hanya merugikan keuangan negara dan hak masyarakat, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan secara keseluruhan. Proses persidangan terhadap Azam Akhmad Akhsya akan menjadi ujian bagi penegakan hukum untuk membuktikan keseriusannya dalam membersihkan institusinya dari praktik-praktik koruptif.